Menjadi MANTRI yang hidup di tengah masyarakat merupakan anugrah tersendiri, sebab secara sosial kemasyarakatan seorang mantri akan menjadi panutan, tokoh, dan figur di antara tokoh masyarakat lain, hal ini dikarenakan profesi mantri memiliki keahlian, tugas, dan fungsi dalam bidang kesehatan. Di masyarakat menegah ke bawah yang memiliki masalah dan yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sangat terbantu dengan keberadaan mantri di sekitarnya. Mengingat mantri lebih diterima dan lebih dekat dengan masyarakat ( dibanding dokter), alasannya dalam hal imbal jasa tarif mantri relatif lebih terjangkau, dan lebih mudah mau dipanggil ke rumah pasien jika di minta pertolongan, hal itu menjadi kelebihan mantri, yang disukai oleh masyarakat.
Pada musim liburan sekolah, itulah musim dimana seorang mantri kebanjiran order sunat / khitan, maka munculah istilah "MANTRI SUNAT". Pengalaman penulis dalam melakoni tugas panggilan sunat , baik yang datang ke klinik pribadi atau yang datang ke rumah sahibul bait, banyak pernak-pernik pengalaman yang ingin penulis bagi dengan sejawat mantri dan juga khalayak umum.
Perlakuan bak PEJABAT terhadap mantri sunat oleh masyarakat, sangat terasa nikmat di musim seperti ini, dari jauh hari orang tua anak sunat minta jadwal, lalu sambutan hangat mereka pada hari H, dan seperangkat oleh-oleh (kotak berekat, selipan amplop) sebagai balas jasa sunat, tak lupa petatah-petitih pak ustad penuh protokoler, yang memanjakan mantri sunat. itulah titik balik penulis mulai senang dan menerima menjadi seorang mantri.
Lewat perenungan dan jalan yang panjang, penulis mendapat kesimpulan bahwa tidak perlu malu menjadi seorang mantri, memang ada sebagian besar masyarakat mengkonotasikan bahwa perawat adalah pembantu dokter, kadang diperhalus perawat adalah asisten dokter. Hingga saat ini anggapan seperti itu masih belum berubah, sekalipun secara organisasi profesi perawat terus berjuang merubah citra itu, PPNI menyatakan bahwa perawat adalah mitra dokter, profesi yang sejajar. Usaha perawat merubah pandangan masyarakat dengan terus meningkatkan jenjang pendidikan keperawatan, tidak merubah citra yang sudah ada di masyarakat, namun cukup berhasil merubah citra secara internal kalangan profesi lain di bidang kesehatan.
Di tengah krisis identitas perawat secara umum, penulis mengambil sikap bahwa mengapa harus minder atau terganggu dengan kesan orang lain, sementara penerimaan dan kebutuhan masyarakat akan perawat begitu besar. Fakta ini dibuktikan dengan penerimaan dan penghargaan masyarakat terhadap mantri sunat yang begitu tulus. Kondisi inilah yang memberikan penghidupan layak bagi mantri di luar gajinya sebagai pegawai. Mantri sunat bagi penulis dapat dilukiskan seperti pejabat infolmal di tengah masyarakat. kedatangannya sangat ditunggu-tunggu, pelayanannya sangat di harapkan, terkadang penghormatan masyarakat terhadap mantri sangat berlebihan. Hal itulah yang patut di syukuri dan dibanggakan menjadi seorang mantri sunat.
Perlakuan bak PEJABAT terhadap mantri sunat oleh masyarakat, sangat terasa nikmat di musim seperti ini, dari jauh hari orang tua anak sunat minta jadwal, lalu sambutan hangat mereka pada hari H, dan seperangkat oleh-oleh (kotak berekat, selipan amplop) sebagai balas jasa sunat, tak lupa petatah-petitih pak ustad penuh protokoler, yang memanjakan mantri sunat. itulah titik balik penulis mulai senang dan menerima menjadi seorang mantri.
Lewat perenungan dan jalan yang panjang, penulis mendapat kesimpulan bahwa tidak perlu malu menjadi seorang mantri, memang ada sebagian besar masyarakat mengkonotasikan bahwa perawat adalah pembantu dokter, kadang diperhalus perawat adalah asisten dokter. Hingga saat ini anggapan seperti itu masih belum berubah, sekalipun secara organisasi profesi perawat terus berjuang merubah citra itu, PPNI menyatakan bahwa perawat adalah mitra dokter, profesi yang sejajar. Usaha perawat merubah pandangan masyarakat dengan terus meningkatkan jenjang pendidikan keperawatan, tidak merubah citra yang sudah ada di masyarakat, namun cukup berhasil merubah citra secara internal kalangan profesi lain di bidang kesehatan.
Di tengah krisis identitas perawat secara umum, penulis mengambil sikap bahwa mengapa harus minder atau terganggu dengan kesan orang lain, sementara penerimaan dan kebutuhan masyarakat akan perawat begitu besar. Fakta ini dibuktikan dengan penerimaan dan penghargaan masyarakat terhadap mantri sunat yang begitu tulus. Kondisi inilah yang memberikan penghidupan layak bagi mantri di luar gajinya sebagai pegawai. Mantri sunat bagi penulis dapat dilukiskan seperti pejabat infolmal di tengah masyarakat. kedatangannya sangat ditunggu-tunggu, pelayanannya sangat di harapkan, terkadang penghormatan masyarakat terhadap mantri sangat berlebihan. Hal itulah yang patut di syukuri dan dibanggakan menjadi seorang mantri sunat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar